Laman

Sabtu, 26 Februari 2011

                             “ADAT BETAWI”

Kata Pengantar

Rasa syukur yang dalam aku sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah Allah SWT,  karena berkat kemurahan-Nya tulisan ini dalam tugas IBD dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam tulisan ini kami membahas tentang “Adat Betawi” .
Tulisan ini dibuat dalam rangka memperdalam  pemahaman kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya kebudayaan betawi . Rasa terima kasih Aku persembahkan kepada kedua orang tua aku yang senanitasa memberikan dukungan dan doanya untuk aku yang tidak pernah putus, keluarga yang memberikan motivasi, dosen dan guru-guru yang memberikan ilmu dan pengetahuannya serta teman-teman yang telah membantu.

A.   Sekilas Tentang Betawi

Pada tahun 1930 kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu. Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang kemayoran, orang senen atau orang Rawabelong, Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempulan orang betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.
Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional. Hal ini terjadi karena pada abad ke-6, kerajaan Sriwijaya menyerang pusat kerajaan Tarumanegara, yang terletak di bagian utara Jakarta sehingga pengaruh bahasa Melayu sangat kuat disini. Selain itu, perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis pada tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir musik keroncong.
Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau Suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, jawa, arab, bali, Sumbawa, ambon, melayu, tionghoa .

        1. Bahasa Betawi 

Sifat campur-aduk dalam dialek betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.
Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia, juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke - 20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga manik yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris. Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.

2.   Seni dan kebudayaan Betawi

Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, keroncong tugu dengan latar belakang Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, gambang kromong, Rebana tanjidor dan keroncong.
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, keroncong tugu dengan latar belakang Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatar belakang ke-Belanda-an. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.

3.   Kepercayaan

Orang Betawi sebagian besar menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama kristen; protestan dan katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan sunda kelapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta-Utara


B.   Saran
 
Kebudayaan Indonesia itu banyak sekali sudah seharusnyalah kita berbangga dan menghargai kebudayaan kita ini. Dari Sabang sampai Merauke puluhan budaya Indonesia tidak bisa terkira dan ternilai harganya. Kita sebagai generasi muda sudah seharusnya bisa membudayakan dan melestarikan kebudayaan asli Indonesia dan jangan hanya atau bisa mencontoh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma atau nilai adat ke-timur-timuran. Umumnya masyarakat Indonesia lebih bangga terhadap budaya asing yang lebih mengedepankan budaya yang bermewah-mewah dan lebih gaya tapi melupakan budaya asli. Setelah diklaim oleh bangsa lain barulah kita rebut dan ingin mempertahankannya. Hal inilah yang membuktikan bahwa masih kurangnya penghargaan dan juga penghormatan kepada budaya asli Indonesia sehingga setelah hak kekayaan intelektualnya diakui oleh orang atau bangsa lain kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Sudah saatnya kita bangkit dan melestarikan budaya kita, walaupun Negara kita ini menggunakan asas demokrasi akan tetapi ada nilai-nilai yang perlu kita hormati dan junjung tinggi yaitu nilai budaya yang tidak ternilai harganya. Bangsa lain saja bisa menghargai keberanekaragaman budaya kita bahkan mereka mengakui itu tapi kenapa kita tidak bisa menghargai dan juga mempertahankanya. Jangan sampai budaya asli kita kalah atau luntur karena budaya asing yang masuk tapi juga harus bisa mempertahankan dan menjaga serta mempromosikan budaya kita agar dikenal oleh bangsa lain. Oleh karena itu nilai kebanggaan perlu kita tanamkan dan juga kita tegakkan agar kita bisa menjadi bangsa yang berbudaya dan bisa menghargai budayanya.

Sumber :
tulisan sendiri ( sepengetahuan )